5 Hukum shalat berjamaah

5 HUKUM MERENGGANGKAN SHOF DALAM SHOLAT BERJAMAAH KARENA UDZUR ( CORONA VIRUS )

( Kajian Fiqih Islam – Tinjauan dari berbagai referensi ).

5 Hukum Shalat Berjamaah


(1). MUQODDIMAH

  • Bismillah, Segala puji adalah milik Alloh SWT, Dzat yang maha menghidupkan dan maha mematikan, Tuhan yang maha kuasa atas segala kehendak-Nya. Tuhan yang maha menjaga atas keselamat setiap hamba- hambaNya.

  • Islam adalah agama yang paling sempurna, agama yang menjadi jalan keselamatan bagi pemeluknya, Islam mengajarkan bagaimana cara mendapatkan keselamatan dari dunia sampai akherat, Dan selain pengajaran akidah bagaimana bertauhid yang benar, dalam Islam juga di tuntut adanya pelaksanakan ibadah, dan sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa ibadah yang paling tinggi kedudukannya adalah ibadah sholat.

  • Menegakkan Sholat serta menyempurnakan dalam pelaksanaannya adalah perkara penting dalam kehidupan kaum muslimin. Menyempurnakan dari segi ketepatan waktunya, dari sisi kaifiyah/cara pelaksanaanya, atau dari sisi kwalitas kekhusyuannya. Dan termasuk dari kesempurnaan Sholat wajib adalah dari sisi ber-JAMAAH-nya bagi kaum laki-laki.

  • Alloh SWT Berfirman : “ 

حَٰفِظُوا۟ عَلَى ٱلصَّلَوَٰتِ وَٱلصَّلَوٰةِ ٱلْوُسْطَىٰ وَقُومُوا۟ لِلَّهِ قَٰنِتِينَ  ( سورة البقرة : 238 )

 Terjemah Arti: Peliharalah semua shalat (mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.


  • Sholat berjamaah 5 waktu mayoritas jumhur Ulama’ menghukumi wajib bagi laki laki yang tidak ada udzur, hal ini berdasarkan keumuman dalil pada ayat Alqur’an tentang sholat ketika dalam kondisi perang/sholat khouf , walaupun ada perbedaan juga dalam masalah ini.

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ  

  • ”Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka’at) , maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, shalatlah mereka denganmu.” (QS. An Nisa’ [4] : 102)

Dari ayat ini, Ibnul Qoyyim menjelaskan mengenai wajibnya shalat jama’ah :

”Allah memerintahkan untuk shalat dalam jama’ah [dan hukum asal perintah adalah wajib yaitu Allah berfirman : (فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ), ”perintahkan segolongan dari mereka berdiri (shalat) bersamamu”]. Kemudian Allah mengulangi perintah-Nya lagi [dalam ayat (وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ), ”dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat,perintahkan mereka shalat bersamamu”]  ( kitab Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, hal. 110 )

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, seorang lelaki buta datang kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِى قَائِدٌ يَقُودُنِى إِلَى الْمَسْجِدِ. فَسَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّىَ فِى بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ « هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ ». فَقَالَ نَعَمْ. قَالَ « فَأَجِبْ ».

  • ”Wahai Rasulullah, saya  tidak memiliki penunjuk jalan yang dapat mendampingi saya untuk mendatangi masjid.” Maka ia meminta keringanan kepada Rasulullah untuk tidak shalat berjama’ah dan agar diperbolehkan shalat di rumahnya. Kemudian Rasulullah memberikan keringanan kepadanya. Namun  ketika lelaki itu hendak beranjak, Rasulullah memanggilnya lagi dan bertanya,“Apakah kamu mendengar adzan?” Ia menjawab,”Ya”. Rasulullah bersabda,”Penuhilah seruan (adzan) itu.

(3). HUKUM  MENYEMPURNAKAN SHOLAT BERJAMAAH

  • Dalam sholat berjamaah , kita akan menjumpai keterangan yang berkaitan dengan cara / kaifiyah, bahkan di dalam literature kitab - kitab fiqih akan kita jumpai pembahasan khusus mengenai Sholat berjamaah. Maka dalam sholat berjamaah ada Syarat sah, ada Rukun/ pokok, ada Sunnah-sunnah dalam sholat berjamaah, Adab-adab dalam sholat berjamaah. Ada juga  makruhat/perkara yang makruh jika di lakukan dalam sholat berjamaah, juga mubthilat/perkara yang membatalkan sholat berjamaah.

Pertanyaannya sekarang adalah MELURUSKAN DAN MERAPATKAN SHAF ianya termasuk kategori yang manakah ianya..???

(4). HUKUM  MERAPATKAN  SHAF DALAM SHOLAT  BERJAMAAH
( dalam kondisi umum – tidak ada udzur )

1. WAJIB

  • Sebagian Ulama’ menghukumi wajib meluruskan dan merapatkan barisan dalam sholat berjamaah, ini adalah pendapat Imam Ibnu Hazm, Imam Bukhori, Ibnu Taimiyah, dan Imam Asy-Syaukani.

  • Dalil kalangan yang mewajibkan adalah berdasarkan riwayat An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَوَاللَّهِ لَتُقِيمُنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ -  أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ .

  •  “Hendaknya kalian meluruskan shaf kalian atau tidak Allah akan membuat wajah kalian berselisih.” (HR. Bukhari, no. 717 dan Muslim, no. 436).

  • Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Tidak lurusnya shaf akan menimbulkan permusuhan dan kebencian, serta membuat hati kalian berselisih.” (Syarh Shahih Muslim, 4:157).

وَعَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ  ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  : (( سَوُّوا صُفُوفَكُمْ ؛ فَإنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاَةِ )) مُتَّفَقٌ عَلَيهِ . وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِي : (( فَإنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إقَامَةِ الصَّلاَةِ )) .

Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf termasuk kesempurnaan shalat.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 723 dan Muslim, no. 433] Dalam riwayat Al-Bukhari disebutkan, “Karena lurusnya shaf termasuk mendirikan shalat.

قال الحافظ ابن حجر في "فتح الباري" : " يحتمل أن يكون البخاري أخذ الوجوب من صيغة الأمر في قوله صلى الله عليه وسلم : ( سوّوا صفوفكم ) ومن عموم قوله صلى الله عليه وسلم : ( صلوا كما رأيتموني أصلي ) , ومن ورود الوعيد على تركه , فترجح عنده بهذه القرائن أن إنكار أنس إنما وقع على ترك الواجب , وإن كان الإنكار قد يقع على ترك السنن , ومع القول بأن التسوية واجبة فصلاة من خالف ولم يسوِّ صحيحة , لاختلاف الجهتين , ويؤيد ذلك أن أنساً مع إنكاره عليهم لم يأمرهم بإعادة الصلاة " انتهى . 

قال النبي صلى الله عليه وسلم : أَقِيْمُوْا الصُّفُوْفَ وَحَاذُوْا بَيْنَ الْمَنَاكِيَ وَسَدُّوْا الخَلَلَ، وَلَيِّنُوْا بِأَيْدِيْ إِخْوَانِكُمْ وَلاَ تَذَرُوْا فُرُجَاتِ لِلشَّيْطَانِ، وَ مَنْ وَصَلَ صَفَّا وَصَلَهُ اللَّه وَ مَنْ قَطَعَ صَفَّا قَطَعَهُ اللَّهُ ( رواه احمد في مسنده )

“Luruskanlah shaf rapatkan antara bahu-bahu, Isilah sela-sela yang kosong dan lenturkanlah dengan tangan-tangan saudara kamu, janganlah kamu meninggalkan tempat kosong untuk syaithan, barang siapa yang menyambung shaf maka Allah akan menyambungnya, dan barang siapa yang memutuskan shaf, maka Allah akan memutuskannya". ( HR Ahmad ).

2. SUNNAH ( TIDAK WAJIB )

Jumhur ulama (mayoritas) berpandangan bahwa hukum meluruskan dan merapatkan shaf adalah sunnah. Akan tetapi jika dengan sengaja ditinggalkan maka hukumnya makruh, karena meninggalkan kesunnahan dalam sholat berjamaah, dan tentunya akan mengurangi fadhilah keutamaan dalam sholat berjamaah itu sendiri, dan sholat berjamaahnya tetap dianggap sah.

وَ يُسْتَحَبُّ تَسْوِيَةُ الصُّفُوْفِ وَالْأَمْرُ بِذَلِكَ لِكُلِّ أَحَدٍ وَهُوَ مِنَ الْإِمَامِ بِنَفْسِهِ أَوْ مَأْذُوْنِهِ آكِد لِلْاِتِّباَعِ، مَعَ الْوَعِيْدِ عَلَى تَرْكِهاَ، وَالْمُرَادُ بِهَا إِتْمَامُ الْأَوَّلِ ، وَسَدُّ الْفَرَجِ وَتُحَاذِي الْقَائِمِيْنَ فِيْهَا .. فَإِنْ خُوْلِفَ فِيْ شَيْئٍ مِنْ ذَلِكَ كُرِهَ) انتهى ( الكتاب : المنهاج القويم شرح المقدمة الحضرمية المؤلف : أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي السعدي الأنصاري، شهاب الدين شيخ الإسلام، باب صلاة الحماعة )

  • “Disunahkan merapikan barisan. Perintah itu berlaku untuk setiap orang. Mulai dari imam sendiri, atau yang diseru, lebih tegas untuk mengikuti. Dengan ancaman bagi yang meninggalkannya. Maksudnya adalah menyempurnakan shaf yang pertama, dan seterusnya. Menutup celah, merapatkan tumit orang yang berdiri di sana.. Jika itu dilanggar, maka hal itu makruh (tidak disukai).”  ( rujukan Kitab MINHAJUL QOWIM, Karya As Syaikh Syihabuddin Ahmad Ibn Hajr Al haitami - BAB SHOLAT JAMA'AH ).

Memang betul, merapatkan shof ada fadhilahnya tersendiri, bukankah kalau urusan dunia kita ingin yang sempurna ? kenapa urusan ibadah tidak ? meskipun menurut imam Romli shof tidak teratur tidak mengurangi fadhilah jamaah hanya menghilangkan keutamaan shof saja.

وَسُئِلَ الشِّهَابُ الرَّمْلِيُّ عَمَّا أَفْتَى بِهِ بَعْضُ أَهْلِ الْعَصْرِ أَنَّهُ إذَا وَقَفَ صَفٌّ قَبْلَ إتْمَامِ مَا أَمَامَهُ لَمْ تَحْصُلْ لَهُ فَضِيلَةُ الْجَمَاعَةِ هَلْ هُوَ مُعْتَمَدٌ أَوْ لاَ فَأَجَابَ بِأَنَّهُ لاَ تَفُوتُهُ فَضِيلَةُ الْجَمَاعَةِ بِوُقُوفِهِ الْمَذْكُورِ وَفِي ابْنِ عَبْدِ الْحَقِّ مَا يُوَافِقُهُ وَعِبَارَتُهُ لَيْسَ مِنْهُ كَمَا يُتَوَهَّمُ صَلاَةُ صَفٍّ لَمْ يَتِمَّ مَا قَبْلَهُ مِنْ الصُّفُوفِ فَلاَ تَفُوْتُ بِذَلِكَ فَضِيلَةُ الْجَمَاعَةِ وَإِنْ فَاتَتْ فَضِيلَةُ الصَّفِّ انْتَهَى وَعَلَيْهِ فَيَكُونُ هَذَا مُسْتَثْنًى مِنْ قَوْلِهِمْ مُخَالَفَةُ السُّنَنِ الْمَطْلُوبَةِ فِي الصَّلاَةِ مِنْ حَيْثُ الْجَمَاعَةُ مَكْرُوهَةٌ مُفَوِّتَةٌ لِلْفَضِيْلَةِ اهـ
( كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج الجزء 2 صحـ : 193 مكتبة دار الفكر )

(5). HUKUM  MERENGGANGKAN  SHAF DALAM SHOLAT  BERJAMAAH
( dalam kondisi udzur – takut akan wabah corona covid - 19 )

  • Melihat keterangan di atas, walaupun ada beberapa perbedaan pendapat dii kalangan para Ulama’ mengenai tidak rapatnya shaf dalam sholat berjamaah, maka mayoritas jumhur  ulama’ tetap membolehkan dan menetapkan sahnya sholat berjamaah dengan posisi shaf/barisan tidak rapat dalam kondisi udzur seperti kekhawatiran akan menularnya virus corona. . Hal ini karena sudah keluar dari kaidah kewajaran atau keumuman dalam pelaksanaan sebuah ibadah.

Adapun kaidah ushuliyyah yang di pergunakan para Fuqoha ‘ adalah :

قَاعِدَةُ لَا وَاجِبَ مَعَ عُذْرٍ 

Kaidah : Tidak ada kewajiban bersamaan adanya udzur ( artinya sebuah ketentuan kewajiban hukum akan gugur bersamaan dengan adanya udzur/halangan ).

( أدلة هذه القاعدة  ) أَيْضاً مِنْ فُرُوْعِ قَاعِدَةِ المَشَقَّةِ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرِ، قاعدة : لَا وَاجِبَ مَعَ عُذْرٍ، وَلَا حُرْمَةَ مَعَ الضَّرُوْرَةِ،. 

Petunjuk dari qaidah ushul ini adalah dari uraian cabang kaidah : Setiap kesulitan akan menarik satu kemudahan.

وَدَلِيْلُ هَذِهِ الْقَاعِدَةِ قَوْلُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:  ( صَلِّ قائماً فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِداً فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ) . 

Dasar yang di jadikan keumuman kaidah ini adalah Sabda Nabi SAW : “ Sholatlah engkau dengan berdiri, jika tidak mampu berdiri maka duduklah, jika tidak sanggup duduk maka berbaringlah “ 

وقول الله تعالى: { لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا} [البقرة:286].

Alloh SWT berfirman : “ Dan tidaklah Alloh SWT membebankan satu perintah/ketetapan kecuali sesuai dengan kadar kemampuan hamba tersebut “ . ( albaqoroh – 286 )

وَمَعْنَى هَذِهِ اْلقَاعِدَةِ :  أَنَّ الْوَاجِبَ عَلَى الْمُكَلَّفِ أَنْ يَأْتِيَ بِالْعِبَادَةِ عَلَى صُوْرَتِهَا الَّتِيْ أَمَرَ اللهُ بِهَا، فَإِنْ ضَاقَ عَلَيْهِ أَوْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَوْ جَاءَهُ الْعُذْرُ، فَإِنَّ هَذَا الْوَاجِبَ يَسْقُطُ، فَقَوْلُ النَّبِي صلى الله عليه وسلم : ( صَلِّ قائماً )، فِيْهِ أَنَّ اْلوَاجِبَ عَلَى المُصَلِّيْ أَنْ يَأْتِيَ بِرُكْنِ الْقِيَامِ، فَإِنْ لمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُصَلي قَائماً، فَقَدْ سَقَطَ عَنْهُ الْقِيَام بِوُجُوْدِ الْعُذْرِ، وهذا صريح قول النبي صلى الله عليه وسلم: ( صل قائماً فإن لم تستطع فقاعداً فإن لم تستطع فعلى جنب) . ( كتاب القواعد الفقهية بين الأصالة والتوجيه لشيخ محمد بكر إسماعيل )

Makna kaidah tersebut adalah : Sesungguhnya perkara yang wajib atas diri seseorang untuk mendatangkan satu ibadah dalam bentuk sebagaimana di perintahkannya, akan tetapi jika kesulitan datang atau kesempitan atau seseorang tidak mampu menegakkan satu ibadah sebagaimana bentuk asli ketika diperintahkannya, maka kewajiban itu menjadi gugur. Sebagaimana sabda Nabi SAW :  “ Sholatlah dengan kondisi berdiri “. : Maka wajib bagi orang yang mampu umtuk melakukan sholat sambil berdiri, akan tetapi jika ada udzur Maka Nabi SAW perintahkan dengan cara duduk, artinya ketika seorang tidak mampu berdiri maka gugurlah keajiban berdiri dalam sholat, dig anti dengan cara duduk.

Hal ini berlaku pada semua urusan ibadah, termasuk merapatkan shaf dalam sholat berjamaah. Hukum aslam rapat barisan dan lurus adalah perintah Nbai Saw, Akan tetapi dengan adanya udzur, jika rapat takut adanya penularan virus corona yang mematikan, maka gugurlah perintah merapatkan shaf atau barisan.

Demikian ulasan dari berbagai referensi.

Posting Komentar untuk "5 Hukum shalat berjamaah"